Showing posts with label College Life. Show all posts
Showing posts with label College Life. Show all posts

Monday, July 16, 2018

A-Z Skripsi

Selamat masih bertahan hidup sampai hari ini!

Nilai A pada mata kuliah Statistika bukanlah kemampuan, tetapi kebetulan. Sejak kecil, saya memang tidak pernah bersahabat dengan angka. Melihatnya saja membuat kepala saya pusing tujuh keliling, bahkan 1+1 sekalipun. Maka dari itu, penelitian kuantitatif tidak pernah terpikirkan dalam benak saya. Kualitatif akan selalu menjadi pilihan, bagaimana pun caranya, pikir saya pada waktu lalu.

Namun, manusia memang hanya bisa berencana, Tuhan yang akan selalu berkehendak. Dua bulan saya kekeh untuk mengambil metode kualitatif, pokoknya ingin sekali. Pengajuan ke perusahaan sana-sini, cari kenalan yang kiranya bisa bantu, debat sama dosen pembimbing. Nihil. Akhirnya saya sampai pada keputusan, mungkin memang bukan jalannya untuk bertemu orang baru, pergi wawancara ke sana ke mari.

Metode kuantitatif tidak pernah ada dalam bayangan saya sehingga saat saya mengambil keputusan tersebut, saya hampir putus asa karena di awal saya dengan bodohnya meyakini diri bahwa saya nggak akan bisa. "Apapun yang berhubungan dengan angka kan selalu berujung nestapa, otak bisa korsleting nih!", pikir saya waktu itu. Dengan kekuatan entah dari mana dan segenap hati yang berusaha teguh, akhirnya saya ajukan latar belakang masalah penelitian saya kepada dosen pembimbing.

Selama proses pengerjaan skripsi, hal-hal tidak berjalan mudah. Mungkin, ada saja orang yang bilang topik yang saya ambil itu gampang, enak ya kalau anak PR bisa mengambil topik yang nggak rumit, kayak gitu saja masa sudah pusing, dan sebagainya, dan sebagainya, dan sebagainya. People will always judge, anyways. I just wanna let myself knew at that time that everyone has their own limit and we truly don't know what it feels like to be anyone else. Belum lagi sahabat-sahabat saya sejak SMP sudah ada yang wisuda dan sidang duluan, but then again, everyone has their own right time.

Penyebaran kuesioner sebagai teknik pengumpulan data menjadi salah satu rintangan yang agaknya bikin panik. Sampel saya adalah pengikut akun Instagram suatu merek kosmetik lokal sehingga cara saya melakukan pendekatan yaitu melalui Direct Message (DM). Seen, but not replied. Dibalas akan bantu, tapi tidak ada hasil form submission yang saya terima. Atau sesederhana, tidak dibalas sama sekali. Belum lagi limit DM yang bisa dikirimkan per harinya dari Instagram karena terlalu banyak mengirim pesan kepada orang asing. Beruntungnya saya dibantu oleh semua teman-teman hebat untuk menyebarkannya di Instagram, they helped me a lot.

Terlebih saat saya memulai bab hasil penelitian dan pembahasan, saya butuh mengolah data saya dengan aplikasi SPSS dan menginterpretasikannya. Memang mudah ternyata mengoperasikan aplikasi tersebut, tapi tetap saja saya nggak akan bisa mengerjakannya tanpa bantuan (yang banyak) dari Okky dan Gaby. Kedua perempuan yang mengajarkan saya seperti seorang ibu, sabar dan ikhlas menghadapi seorang saya yang nggak mudeng-mudeng dan nanya terus. Kami punya pojok rahasia di suatu pusat perbelanjaan. Sepi, ada WiFi, ada stopkontak, lagu yang diputar enak didengar (banyak lagu jadul), pokoknya tempatnya tepat.


Kiri-kanan: Okky, Gaby.

Teruntuk Okky, terima kasih sudah berprasangka baik saat pertama kali melihat namaku untuk menjadi teman seperbimbinganmu. Walau ternyata aku tidak seperti yang kau bayangkan selama ini, aku bersyukur kamu selalu menerima dan menjadi teman yang sangat baik selama proses pengerjaan skripsiku. Siapa yang sangka, teman sekelompok ke CNN beberapa semester lalu dipertemukan kembali dengan situasi yang lebih baik. Maaf aku sering kali gila karena terlalu banyak makan gula, sering tertawa karena sedih, pernah menangis karena lupa tertawa, ah sudahlah. Aku sayang.

Teruntuk Gaby, terima kasih sudah membantu teman lintas jurusanmu yang bandel ini. Entah harus berlega hati seperti apa lagi karena bisa dibantu dan ditemani Gaby tanpa jenuh sedikit pun. Gaby yang selalu menjawab pertanyaanku yang kadang berulang dan tidak penting, aku harap kamu selalu jadi pribadi yang punya energi moncer abadi dan memaafkanku. Otakku memang sering sekali miring karena melihat angka-angka yang begitu banyak di layar laptop saat bersamamu, tapi memilih bertahan denganku adalah pencapaianmu yang begitu tulus. Aku kasih.

Dan ternyata mengumpulkan berkas skripsi seperti buang angin, melegakan sekaligus mengkhawatirkan. Melegakan karena beban berkurang, mengkhawatirkan karena menunggu sidang datang. Saya senang karena bisa mengumpulkan tepat waktu walaupun  memeleset dari target saya di awal penelitian. Hadiah kecil saya berikan untuk diri saya sendiri, dua cone es krim dan semangkuk udon. Oh, dan sa su nonton Kulari ke Pantai sampai tiga kali e! No pura-pura, the movie is so bagus! Hahaha!

Skripsi merupakan titik balik yang mencengangkan. Proses untuk refleksi diri, bertemu banyak hal yang tidak diketahui sebelumnya, penyembuhan untuk hati yang kadang belum sepenuh dirinya sendiri, juga segala bentuk kontemplasi.

Sedikit penggalan dari kata pengantar dalam skripsi saya,

"Manusia mempunyai kekuatan penuh atas diri sendiri untuk menarik segala hal yang ingin direalisasikan, maka jangan jadikan batas sebagai hambatan. Mengakui kekurangan, memanfaatkan kelebihan, dan mau belajar untuk menjadi lebih baik lagi merupakan cara sederhana yang dapat ditempuh. Selama proses penyusunan skripsi, peneliti belajar untuk menuntaskan apa yang dikerjakan dengan niat dan selalu menggunakan hati."

Doakan sidang saya lancar, ya! :)

Tuesday, March 6, 2018

Skripsi, Please be My Cup of Tea

Hello!

March began with the announcement of the advisor a.k.a dosen pembimbing (dospem for short) for my thesis. My advisor is a she and hopefully she's the right one for me because I haven't got a chance lectured by her before. She seems great tho. Let's just pray and do the best.


My concern now is the topic of my research. Not just that, also the object of it. It's a mixed feeling when I already emailed some of the companies that I interested in, but I got no reply from one of them until today. Maybe a direct approach to their office is a good idea. Of course, after I meet my advisor this week to know if there's any revision of the proposal or not.

Doing thesis while having a job is kind of exciting, but a little bit overwhelming at the same time. Although, my spirit blood in pursuing my dream is in a rush right now, so it's not a problem for me. Let's just keep it on track so that I'm not becoming a workaholic because it's always been something that I don't wanna be.

Slow life, I'll see you later in months. Toodles!

Wednesday, October 25, 2017

Cerita dari Thamrin: The Load that I Carry

Hi!

I agree with one of the AE (Account Executive) Manager at the office about this statement,
"It's not the load that breaks you, but the way you carry it."

It's so true, couldn't be more agree.

Lately, I went to a roller coaster ride in, basically, everything. But the most annoying thing happened, I'm bored of my own task, of my job. Both of it, as an intern and as a freelancer. And somehow, I found it as something that I can't accept myself and it makes me sad.

I started asking myself, what is the purpose of doing this (job)? Is it something that I really want to do or is it just lust (as to get income a.k.a money)? Wait, but I don't want to hypocrite whatsoever, we do need money for living life. Don't we all? I just think that maybe I'm being a little too ambitious for this moment.

Now, I re-arrange all things. I make a list of what I really want to do and what I want to get rid of. What I know for sure is, I have to do anything with all of my heart so the output will always turn out great.


Quoted from one of my fav author, Roald Dahl.
Source: Guardian

Cheers,

Gendis.

Saturday, August 26, 2017

Cerita dari Thamrin: I'm Still Alive

Aloha!

Pardon me for taking a hiatus of this label since it was very hectic and am just exhausted when I got home so that I prefer to sleepThings went kinda hard lately, padahal lagi seru-serunya. I think I'm going to face my monthly period so that I got mood swings

Mulai cerita dari mana dulu ya? Dari akhir bulan lalu, deh.

Setiap akhir bulan di hari Jumat, kantor mengadakan TGIF a.k.a Thank God It's Friday. Ini seru, sih. Jadi, kayak semua employee kumpul di cafĂ© untuk spin a wheel yang digital dan ada beberapa macam treats yang bisa dinikmati sama semua employee-nya, like Jajanan Day, Go Home Day, Sweet Treats, and other things niceDan ternyata it was Bakso Day! Bukan cuma di bulan Juli aja, tapi Jumat lalu kami kebagian Bakso Day lagi! Haha! Jadilah semangkuk bakso diantar ke masing-masing meja untuk santapan nanggung di sore hari.

Harap-harap cemas ingin Go Home Day
supaya bisa pulang cepat haha

Bakso Day for two months in a row!

Nah, saat Hari Kemerdekaan RI, anak magang jadi panitia buat lomba yang diadakan sama HR. Nama lombanya aneh-aneh dan tak terpikirkan, tapi seru! Melihat wajah kakak-kakaknya yang ekspresif pas lagi main sih priceless banget! Untung saya cuma jadi panitianya aja :P Kalau lagi masa-masa menyenangkan kayak gini, nggak terasa kalau perjalanan magang ini sebenarnya cepat berlalu dan akan berakhir di bulan depan. I've learned a lot so far and wanting for more sih actually.

Banana and orange golf, what?

Wajah senang melihat temannya sengsara saat lomba

Lomba makan samyang

Dan beberapa minggu lalu, crew UMN TV angkatan 2014 bikin acara bonding di rumah Rangga (yang banyak kucingnya) sebelum kami regenerasi di tahun depan. It was fun! Soalnya tak lain tak bukan, kami makan! Hahaha my fav thing to do: eating. So, no wonder lah ya. Kami potluck dan barbecue juga. Seneng bisa kumpul bareng, ngobrol bareng, sharing, dan ketawa-ketawa tanpa sebab. It was, indeed, a precious moment of ours. Mereka jadi salah satu alasan saya untuk tetap bahagia karena masih bisa punya teman-teman yang nyebelin tapi ngangenin.

Our happy faces!

Kalian tahu apa hiburan saya selama magang kalau sudah penat dengan ke-Jakarta-an yang tak berhenti menghampiri? "Nonton" layar handpone orang di kereta! Sad, but true! Beneran deh, itu hiburan banget! Terutama di jam pulang kantor, kalian tahu sendiri kalau tanpa pegangan pun kita nggak bakal jatuh berdiri di kereta karena saking penuhnya. Eits, saya bukannya sok tahu dan pengen tahu urusan orang lain, tapi jarak antarmanusia pun jadi cuma beberapa centimeter saja, mau nggak mau kan ya kelihatan hehe padahal ya kepo juga lol.

Mulai dari  perempuan yang chat dengan pacarnya, masinis di kereta yang sama, dan janjian untuk bertemu di stasiun Rangkasbitung, seorang istri yang curhat ke sahabatnya tentang suaminya yang ketahuan sering chat dengan perempuan lain, sampai bapak di usia 40an yang baca forum tentang kenapa Ayu Ting Ting waktu itu keluar dari Pesbukers (Ini nggak penting banget isinya, tapi si bapak tetap anteng bacanya). Atau remaja yang scrolling through social media dengan begitu khidmatnya, dan hiburan lainnya yang saya dapat dari "mengintip" layar handpohone orang lain.

Kalau tentang bolak-balik Jakarta-Tangerang yang ternyata menguras tenaga dan waktu, saya sadar kalau kerja di Jakarta itu butuh perjuangan. Perjuangan untuk nggak mengeluh, perjuangan untuk ngeliat ondel-ondel, perjuangan untuk sabar sama polusi udara dan suara (nggak ngerti kenapa orang-orang di Jakarta begitu mudahnya mengklakson), perjuangan untuk melihat sampah-sampah di pinggiran jalan. Apalagi sama sampah rokok di depan stasiun, padahal sisanya nggak perlu dimakan kan sama perokoknya?! Hanya perlu ditaruh di tempat sampah lho, atau disimpan sebentar sampai akhirnya menemukan tempat sampah. Heran.

Saya nggak tahu deh, apakah saya bakal sanggup buat bersaing cari uang di Jakarta nantinya. Yang saya tahu pasti, kalau pun saya melakukannya, pasti itu semua demi terwujudnya pendidikan S2 yang hakiki dengan biaya sendiri haha. Selebihnya, saya mau fokus dengan mimpi punya kedai sarapan kecil dan toko bunga di pinggiran kota, atau yang tempatnya sejuk, sambil berkebun, minum kopi, dan duduk di kursi goyang sambil lihat anak-anak (saya) main, jauh ya pikirannya.

Menghabiskan beberapa jam dalam sehari di Jakarta membuat saya sering daydreaming, terutama during lunch time. Tentang bagaimana akhir pekan saya nanti, apa yang akan saya lakukan setelah lulus, di mana saya akan tinggal setelah sanggup untuk membeli rumah sendiri, atau sekadar tentang kapan waktu yang tepat untuk saya meninggalkan kota. Banyak hal yang datang di pikiran dan sepertinya mengajak untuk serius. 

Baik, sepertinya sudah lengkap rekap Cerita dari Thamrin kali ini. Senin depan saya memasuki semester baru, semester 7. Seminggu sekali ke kampus pasti akan aneh sekali, semakin terasa sudah jadi mahasiswa tua. May this semester run well

Sampai ketemu lagi di cerita berikutnya!