Friday, July 27, 2018

I'm Loving Myself

I was very cold-hearted, even when the life-changing problem happened about 8 or 9 years ago, I shed no tears at all. Or when my head got in the latrine pit, I was 4, all I thought was kinda fun because I could make bubbles inside. I always thought that a person should always be tough and strong, there was no room for sadness until I couldn't feel any feeling. If I think about it again this time, I'm wondering how can I be the person I was before and after now?

...life's changing in a glimpse. I am now more sensitive and I don't know if it's a good thing or not, I just feel relieved. I used to feel nothing at all, but now I am more human, I guess? I realized that being vulnerable is one of the ways for us to be human, so why should I worry about being one? I wise up about feelings after I entered college I suppose, that human supposes to feel feelings, any kind of it. Happiness, sadness. You can always be mad, or surprised, or disappointed.

I come up to this because in the midst of my conversation with Ebo,

"Dulu kamu nggak pernah nangis, sekarang kok bisa?"
"Aku tumbuh dan aku mencintai diriku dengan menghargai perasaanku."

Monday, July 16, 2018

A-Z Skripsi

Selamat masih bertahan hidup sampai hari ini!

Nilai A pada mata kuliah Statistika bukanlah kemampuan, tetapi kebetulan. Sejak kecil, saya memang tidak pernah bersahabat dengan angka. Melihatnya saja membuat kepala saya pusing tujuh keliling, bahkan 1+1 sekalipun. Maka dari itu, penelitian kuantitatif tidak pernah terpikirkan dalam benak saya. Kualitatif akan selalu menjadi pilihan, bagaimana pun caranya, pikir saya pada waktu lalu.

Namun, manusia memang hanya bisa berencana, Tuhan yang akan selalu berkehendak. Dua bulan saya kekeh untuk mengambil metode kualitatif, pokoknya ingin sekali. Pengajuan ke perusahaan sana-sini, cari kenalan yang kiranya bisa bantu, debat sama dosen pembimbing. Nihil. Akhirnya saya sampai pada keputusan, mungkin memang bukan jalannya untuk bertemu orang baru, pergi wawancara ke sana ke mari.

Metode kuantitatif tidak pernah ada dalam bayangan saya sehingga saat saya mengambil keputusan tersebut, saya hampir putus asa karena di awal saya dengan bodohnya meyakini diri bahwa saya nggak akan bisa. "Apapun yang berhubungan dengan angka kan selalu berujung nestapa, otak bisa korsleting nih!", pikir saya waktu itu. Dengan kekuatan entah dari mana dan segenap hati yang berusaha teguh, akhirnya saya ajukan latar belakang masalah penelitian saya kepada dosen pembimbing.

Selama proses pengerjaan skripsi, hal-hal tidak berjalan mudah. Mungkin, ada saja orang yang bilang topik yang saya ambil itu gampang, enak ya kalau anak PR bisa mengambil topik yang nggak rumit, kayak gitu saja masa sudah pusing, dan sebagainya, dan sebagainya, dan sebagainya. People will always judge, anyways. I just wanna let myself knew at that time that everyone has their own limit and we truly don't know what it feels like to be anyone else. Belum lagi sahabat-sahabat saya sejak SMP sudah ada yang wisuda dan sidang duluan, but then again, everyone has their own right time.

Penyebaran kuesioner sebagai teknik pengumpulan data menjadi salah satu rintangan yang agaknya bikin panik. Sampel saya adalah pengikut akun Instagram suatu merek kosmetik lokal sehingga cara saya melakukan pendekatan yaitu melalui Direct Message (DM). Seen, but not replied. Dibalas akan bantu, tapi tidak ada hasil form submission yang saya terima. Atau sesederhana, tidak dibalas sama sekali. Belum lagi limit DM yang bisa dikirimkan per harinya dari Instagram karena terlalu banyak mengirim pesan kepada orang asing. Beruntungnya saya dibantu oleh semua teman-teman hebat untuk menyebarkannya di Instagram, they helped me a lot.

Terlebih saat saya memulai bab hasil penelitian dan pembahasan, saya butuh mengolah data saya dengan aplikasi SPSS dan menginterpretasikannya. Memang mudah ternyata mengoperasikan aplikasi tersebut, tapi tetap saja saya nggak akan bisa mengerjakannya tanpa bantuan (yang banyak) dari Okky dan Gaby. Kedua perempuan yang mengajarkan saya seperti seorang ibu, sabar dan ikhlas menghadapi seorang saya yang nggak mudeng-mudeng dan nanya terus. Kami punya pojok rahasia di suatu pusat perbelanjaan. Sepi, ada WiFi, ada stopkontak, lagu yang diputar enak didengar (banyak lagu jadul), pokoknya tempatnya tepat.


Kiri-kanan: Okky, Gaby.

Teruntuk Okky, terima kasih sudah berprasangka baik saat pertama kali melihat namaku untuk menjadi teman seperbimbinganmu. Walau ternyata aku tidak seperti yang kau bayangkan selama ini, aku bersyukur kamu selalu menerima dan menjadi teman yang sangat baik selama proses pengerjaan skripsiku. Siapa yang sangka, teman sekelompok ke CNN beberapa semester lalu dipertemukan kembali dengan situasi yang lebih baik. Maaf aku sering kali gila karena terlalu banyak makan gula, sering tertawa karena sedih, pernah menangis karena lupa tertawa, ah sudahlah. Aku sayang.

Teruntuk Gaby, terima kasih sudah membantu teman lintas jurusanmu yang bandel ini. Entah harus berlega hati seperti apa lagi karena bisa dibantu dan ditemani Gaby tanpa jenuh sedikit pun. Gaby yang selalu menjawab pertanyaanku yang kadang berulang dan tidak penting, aku harap kamu selalu jadi pribadi yang punya energi moncer abadi dan memaafkanku. Otakku memang sering sekali miring karena melihat angka-angka yang begitu banyak di layar laptop saat bersamamu, tapi memilih bertahan denganku adalah pencapaianmu yang begitu tulus. Aku kasih.

Dan ternyata mengumpulkan berkas skripsi seperti buang angin, melegakan sekaligus mengkhawatirkan. Melegakan karena beban berkurang, mengkhawatirkan karena menunggu sidang datang. Saya senang karena bisa mengumpulkan tepat waktu walaupun  memeleset dari target saya di awal penelitian. Hadiah kecil saya berikan untuk diri saya sendiri, dua cone es krim dan semangkuk udon. Oh, dan sa su nonton Kulari ke Pantai sampai tiga kali e! No pura-pura, the movie is so bagus! Hahaha!

Skripsi merupakan titik balik yang mencengangkan. Proses untuk refleksi diri, bertemu banyak hal yang tidak diketahui sebelumnya, penyembuhan untuk hati yang kadang belum sepenuh dirinya sendiri, juga segala bentuk kontemplasi.

Sedikit penggalan dari kata pengantar dalam skripsi saya,

"Manusia mempunyai kekuatan penuh atas diri sendiri untuk menarik segala hal yang ingin direalisasikan, maka jangan jadikan batas sebagai hambatan. Mengakui kekurangan, memanfaatkan kelebihan, dan mau belajar untuk menjadi lebih baik lagi merupakan cara sederhana yang dapat ditempuh. Selama proses penyusunan skripsi, peneliti belajar untuk menuntaskan apa yang dikerjakan dengan niat dan selalu menggunakan hati."

Doakan sidang saya lancar, ya! :)

Monday, July 9, 2018

Unplanned

Things may go unplanned. And that's so natural.

I will always remember QS 2:216,

"Fighting has been enjoined upon you while it is hateful to you. But perhaps you hate a thing and it is good for you and perhaps you love a thing and it is bad for you. And Allah Knows, while you know not." 

May our life always be filled with blessings from The One who creates.