Wednesday, August 30, 2017

Ada Apa #6 | Pikiran

Saya teringat tentang pernyataan yang pernah terlontar oleh Ibu, "Biarkan tentang apa yang orang lihat, jiwa yang bersinar akan terlihat, kok."

Ibu mengajarkan bahwa anaknya tidak perlu khawatir atas apa yang orang bicarakan. Nampaknya, beliau tahu betul bahwa anaknya pernah melalui fase ketika apa yang orang bicarakan menjadi bagian terpenting yang harus dipertimbangkan atas setiap langkah hidupnya. Beruntung saya belajar untuk memahami diri saya sendiri dan melepas semua hal yang rasanya mengikat kebebasan saya itu.

Beberapa waktu lalu saya melihat seorang teman menuliskan perasaannya pada secarik kertas, "I'm starting over-think what other people's think about me." Pikiran negatif mulai melekat pada dirinya sehingga tentu menghalanginya. Untuk berpikir jernih, untuk melihat sisi terang, atau sekadar untuk tidak mengindahkan apa yang orang lain katakan atau pikirkan tentangnya.

Namun, bukan berarti kita harus tutup mata pula dari hal-hal yang bisa membangun insight kita. Teman saya, Angel, di suatu rapat yang cukup tegang pernah bilang, "Setiap orang itu berbeda, unik, dan kita harus bisa (belajar) menerima itu. Jangan biarkan pikiran kita tertutup."

Saya yakin, apa yang kita pikirkan dan keyakinan dalam diri, akan tercermin ke luar diri dan menjadi tampilan atas apa yang orang lain lihat. Untuk menjadi manusia yang utuh, yang penuh, kita membutuhkan usaha dari diri kita sendiri. Berbenah menjadi lebih baik, menjadi versi terbaik atas apa yang telah Ia ciptakan, rencanakan, dan berikan. Berharap pada manusia lain untuk melakukan hal tersebut hanyalah sia-sia karena akan berujung kecewa. Di saat yang bersamaan, juga mengolah pikiran dari orang lain untuk menjadi motivasi yang membangun. 

Pikiranmu, juga hatimu, mengendalikan dirimu. 

Apakah pikiran dan hati sudah bersatu untuk menjadi cahayamu?

Saturday, August 26, 2017

j'ai eu le coup de foudre pour poète

                       Whether it rains or shines
                       It’s always been the kind of
                       Reception, when you come

You touched me softly                                        
With the deadly look                                        
And it’s confusing                                        

                                   You pour insights
                                   In a full cup of
                                   Soul, likely to be seen

Would you be kind                              
To fascinate and admire me?                              


Once again, every day                                                                 

Cerita dari Thamrin: I'm Still Alive

Aloha!

Pardon me for taking a hiatus of this label since it was very hectic and am just exhausted when I got home so that I prefer to sleepThings went kinda hard lately, padahal lagi seru-serunya. I think I'm going to face my monthly period so that I got mood swings

Mulai cerita dari mana dulu ya? Dari akhir bulan lalu, deh.

Setiap akhir bulan di hari Jumat, kantor mengadakan TGIF a.k.a Thank God It's Friday. Ini seru, sih. Jadi, kayak semua employee kumpul di café untuk spin a wheel yang digital dan ada beberapa macam treats yang bisa dinikmati sama semua employee-nya, like Jajanan Day, Go Home Day, Sweet Treats, and other things niceDan ternyata it was Bakso Day! Bukan cuma di bulan Juli aja, tapi Jumat lalu kami kebagian Bakso Day lagi! Haha! Jadilah semangkuk bakso diantar ke masing-masing meja untuk santapan nanggung di sore hari.

Harap-harap cemas ingin Go Home Day
supaya bisa pulang cepat haha

Bakso Day for two months in a row!

Nah, saat Hari Kemerdekaan RI, anak magang jadi panitia buat lomba yang diadakan sama HR. Nama lombanya aneh-aneh dan tak terpikirkan, tapi seru! Melihat wajah kakak-kakaknya yang ekspresif pas lagi main sih priceless banget! Untung saya cuma jadi panitianya aja :P Kalau lagi masa-masa menyenangkan kayak gini, nggak terasa kalau perjalanan magang ini sebenarnya cepat berlalu dan akan berakhir di bulan depan. I've learned a lot so far and wanting for more sih actually.

Banana and orange golf, what?

Wajah senang melihat temannya sengsara saat lomba

Lomba makan samyang

Dan beberapa minggu lalu, crew UMN TV angkatan 2014 bikin acara bonding di rumah Rangga (yang banyak kucingnya) sebelum kami regenerasi di tahun depan. It was fun! Soalnya tak lain tak bukan, kami makan! Hahaha my fav thing to do: eating. So, no wonder lah ya. Kami potluck dan barbecue juga. Seneng bisa kumpul bareng, ngobrol bareng, sharing, dan ketawa-ketawa tanpa sebab. It was, indeed, a precious moment of ours. Mereka jadi salah satu alasan saya untuk tetap bahagia karena masih bisa punya teman-teman yang nyebelin tapi ngangenin.

Our happy faces!

Kalian tahu apa hiburan saya selama magang kalau sudah penat dengan ke-Jakarta-an yang tak berhenti menghampiri? "Nonton" layar handpone orang di kereta! Sad, but true! Beneran deh, itu hiburan banget! Terutama di jam pulang kantor, kalian tahu sendiri kalau tanpa pegangan pun kita nggak bakal jatuh berdiri di kereta karena saking penuhnya. Eits, saya bukannya sok tahu dan pengen tahu urusan orang lain, tapi jarak antarmanusia pun jadi cuma beberapa centimeter saja, mau nggak mau kan ya kelihatan hehe padahal ya kepo juga lol.

Mulai dari  perempuan yang chat dengan pacarnya, masinis di kereta yang sama, dan janjian untuk bertemu di stasiun Rangkasbitung, seorang istri yang curhat ke sahabatnya tentang suaminya yang ketahuan sering chat dengan perempuan lain, sampai bapak di usia 40an yang baca forum tentang kenapa Ayu Ting Ting waktu itu keluar dari Pesbukers (Ini nggak penting banget isinya, tapi si bapak tetap anteng bacanya). Atau remaja yang scrolling through social media dengan begitu khidmatnya, dan hiburan lainnya yang saya dapat dari "mengintip" layar handpohone orang lain.

Kalau tentang bolak-balik Jakarta-Tangerang yang ternyata menguras tenaga dan waktu, saya sadar kalau kerja di Jakarta itu butuh perjuangan. Perjuangan untuk nggak mengeluh, perjuangan untuk ngeliat ondel-ondel, perjuangan untuk sabar sama polusi udara dan suara (nggak ngerti kenapa orang-orang di Jakarta begitu mudahnya mengklakson), perjuangan untuk melihat sampah-sampah di pinggiran jalan. Apalagi sama sampah rokok di depan stasiun, padahal sisanya nggak perlu dimakan kan sama perokoknya?! Hanya perlu ditaruh di tempat sampah lho, atau disimpan sebentar sampai akhirnya menemukan tempat sampah. Heran.

Saya nggak tahu deh, apakah saya bakal sanggup buat bersaing cari uang di Jakarta nantinya. Yang saya tahu pasti, kalau pun saya melakukannya, pasti itu semua demi terwujudnya pendidikan S2 yang hakiki dengan biaya sendiri haha. Selebihnya, saya mau fokus dengan mimpi punya kedai sarapan kecil dan toko bunga di pinggiran kota, atau yang tempatnya sejuk, sambil berkebun, minum kopi, dan duduk di kursi goyang sambil lihat anak-anak (saya) main, jauh ya pikirannya.

Menghabiskan beberapa jam dalam sehari di Jakarta membuat saya sering daydreaming, terutama during lunch time. Tentang bagaimana akhir pekan saya nanti, apa yang akan saya lakukan setelah lulus, di mana saya akan tinggal setelah sanggup untuk membeli rumah sendiri, atau sekadar tentang kapan waktu yang tepat untuk saya meninggalkan kota. Banyak hal yang datang di pikiran dan sepertinya mengajak untuk serius. 

Baik, sepertinya sudah lengkap rekap Cerita dari Thamrin kali ini. Senin depan saya memasuki semester baru, semester 7. Seminggu sekali ke kampus pasti akan aneh sekali, semakin terasa sudah jadi mahasiswa tua. May this semester run well

Sampai ketemu lagi di cerita berikutnya! 

Tuesday, August 22, 2017

I'm Back to Instagram & Here's What Happened

Hi!

As in the title, I'm back and I get my lesson:
1. I regret it
2. I'm losing the hype of doing the Insta-everything
3. I'm gonna deactivate my account again when it can (just one week after I activated it)

I activated my Instagram account on Sunday, I thought that I'll get back like how I used to be when it comes to this social media, but no.

I scrolled through the feed, I got bored.
I stalked people, I got no interest.
I watched stories, I disgusted.

What happened? I don't know, it just feels like Instagram doesn't make me happy that it provided months ago. Instagram makes me sick, I'm full of it and I can't take it anymore. I started deleting my photos on Instagram (after I make sure that I got the backup lol) because I feel, somehow, ashamed of myself, showing off things that actually everyone doesn't need to see.

At the same moment, I don't feel like deleting the account because I know in this era, I do still want to have this social media (I don't say that I needed it because I actually don't) for business and other relations thingy. Well, I even ask myself, am I normal? Probably, or maybe not, neither I sure.

I should've known from the start that the last 3 months was the happiest moment of life because I don't have to Insta-everything. My meetings with people always turned out great because of the intimacy and the warmth. That I don't have to snap and make a story or two on Instagram, that I don't have to worry about missing the latest stock of my favorite personal shopper's account, and as simple as that I don't have to scroll through the feed. 

Now I know, I want to be happy.

Thursday, August 17, 2017

Sarapan Bersama Ibu: Mie Ayam Djago

Siapa yang suka mie ayam? Ayo, angkat tangan!

Ibu sudah mencoba berbagai macam mie ayam, apalagi pas beliau masih tinggal di Surabaya dan Malang. Jadi Ibu udah tau benar mana mie ayam enak dan mana yang biasa saja karena dalam kamus Ibu sih nggak ada makanan yang nggak enak haha sama kayak anaknya.

Nah, proses menemukan Mie Ayam Djago ini cukup sulit *drum rolls*.

Dulu kalau ke Tangerang selalu makan mie ayam enak di daerah Pasar Lama. Mie ayamnya buatan tetangga pakdenya Ibu. Lupa namanya, biasanya saya bilang pengen makan mie ayam koko, tapi mie ayamnya enak banget. Mienya buatan sendiri, pakai kaldu ayam asli, dan potongan ayamnya melimpah. Selain pakai sawi, pakai taoge juga. Beneran enak deh pokoknya. Sayang sekali, mie ayamnya sudah lama tutup, kalau nggak salah saat saya mulai masuk SMA.

Dan hari-hari di Tangerang pun saya lalui tanpa mie ayam enak lebay.

Akhirnya, sekitar awal masuk perkuliahan, saya menemukan mie ayam yang enak! Enaknya beda sih sama mie ayam koko, tapi dalam standar yang sama (?) If you know what I mean.

Namanya Mie Ayam Djago. Pertama kali tau tuh dari... jalan-jalan ke daerah Ubud, Karawaci di pagi hari. Lagi sight seeing di ruko Asiatic dan bumped up sama satu ruko dengan kanopi cokelat dengan tulisan "Mie Ayam Djago".



Pas turun dari mobil langsung terlihat ada etalase bakso goreng dan otak-otak. Tanpa pikir panjang, kami langsung pesan bakso gorengnya. Baksonya gendut-gendut lucu minta dimakan deh pokoknya.



Saat masuk ke dalam, Ibu tanya dulu, apakah Mie Ayam Djago ini halal atau enggak. Ternyata halal! Kami berdua langsung happy dan memesan dua hal yang sama, mie ayam jamur. Di Mie Ayam Djago, semuanya homemade. Termasuk mienya yang ada dua pilihan, mie halus dan mie lebar. Dan kalau semuanya buatan sendiri, no wonder lah ya, pasti rasanya enak. No MSG pula, jadi makin cinta kan.

Mie Ayam Jamur (Halus)



Kami suka banget sama ayam dan jamurnya yang melimpah, ditambah kuah kaldu ayam kampung yang gurih. Di meja sudah tersedia berbagai macam complement seperti potongan daun bawang, something salty warna cokelat gitu (nggak tau namanya apa), sampai saus, kecap, dan sambal.

Ini selalu jadi pilihan Ibu. Mienya kecil-kecil dan keriting, mirip Bakmi Permata (non-halal, tapi dulu pernah makan lol). 

Mie Ayam Jamur (Lebar)



Kalau ini pasti saya yang pesan. Nggak melulu mie lebar sih, kadang mie halus juga, tergantung lagi pengennya apa. Kalau mie lebar ini agak lurus dan lebih lebar mirip kwetiau, tapi tentu rasanya tetap seperti mie ya. Agak mirip tagliatelle sih karena tipis-tipis gitu.

Bakso Goreng



Bakso goreng ayam yang menggemaskan selalu manggil-manggil buat dimakan. Cocol pakai saus merah asam manisnya sambil makan mie ayam jamur memang juara banget deh. Sukses bikin setiap sarapan di Mie Ayam Djago selalu menyenangkan + mengenyangkan.

Di Mie Ayam Djago ada menu lain yang sama enaknya, kayak nasi tim ayam, nasi hainam, bubur ayam, soto ayam, atau suikiauw. Untuk mie ayamnya sendiri bisa pakai tambahan bakso dan pangsit seperti di kedai bakmi lainnya kok. 

Iya, sarapan mie ayam memang berat, tapi percayalah, rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan. Semoga bisa menjadi referensi sarapanmu di akhir pekan. Kalau di Tangerang, teman-teman saya tuh selalu heboh sama Mie Ayam Banyumas, saya sih tetap berlabuh pada Mie Ayam Djago saja.

Apa mie ayam kesukaanmu?

Friday, August 4, 2017

Email, Manner, and Why

Hi!

Apparently, there are still people that make me confused. It's about their manner that shows out in their way of sending an email. Yes, you read it correctly, I can see 'em clearly just by how they emailed me. 



I read Fellexandro writing this on his Medium, here's one of a hit:

"Your manners in written communication can either make you or break you."

And I couldn't be more agree because it is just so true! By the way, you can just go straight to his Medium and read it by yourself. Thank God he says it all.

Let me tell you, I'm full of reading tons of emails without any body text or even with no subject. Excuse me, I don't even interest to read it, anyway. Especially in my community email when I received media partner offers and other cooperation things. Don't you have time to introduce yourself? Where are you come from? What is your purpose? Are you an alien?

I'm not trying to be rude here, but please people, mind your manner. Even if it's in a digital world, it is important to have a good communication in writing an email. If you don't have any idea how then just Google it. Everything is on Google, get your ass off the seat and search. How hard is it for you to raise your own standard of living?

I always stated the subject and description clear every time I emailed so that everyone that received my email knows exactly what my purpose is. Even if I'm just gonna send an attachment, I will always give something written on the body mail, kind of a greeting/ introductory.

Now you started talking, "Gendis, it's just an email, it's so minor. Why do you care so much?" It is minor and I do care about it very much. I'm a detail-oriented person so that's why. Bare with me. I'm not perfect but at least I always try to be polite, anytime and anywhere, virtually and real life.

So, how's your way of sending emails?