Thursday, January 11, 2018

Teman

Perhatian: Tulisan ini akan berbeda dengan gaya penulisan yang biasanya.

Hi! Iya, ini lagi mau coba gaya penulisan lain aja, sih. Sebenarnya ya nggak lain juga, soalnya kalau dipikir-pikir, ini cara aku nulis, tapi di buku harian. Dan hal itu udah jelas nggak bisa dilihat/ dibaca orang lain, so... Ya udah. Mau nulis apa nggak sih ini? Iya, mau. Eh, tapi dulu juga sempet nulis kayak gini sih, di notes Facebook jaman SMP, sehabis nonton Disney on Ice lol. Ok, lanjut!!!

Jadi, aku mau cerita tentang kebingunganku. Aku bingung. Sama dunia yang berputar, tapi nggak kerasa. Sama penghuninya yang banyak, tapi kok jarang ada yang peduli? Aku kasih contoh kasus nih ya, kalau misal kamu punya teman yang nyebelin banget, rese, kamu nggak suka deh pokoknya. Kamu bakal menjauh atau tetap berteman?

Aku tanya tentang hal ini ke banyak orang dan mostly jawaban yang aku dapetin tuh sama. You better get rid of someone that works like toxic. Biasanya sih bakal aku tanya balik, bukannya sebagai manusia itu tugasnya untuk membantu ya? I mean, aku tahu kalau nggak semua orang itu sesuai sama apa yang kita harapankan, that's why kita nggak bisa menaruh harapan pada manusia, tapi kan kita bisa memilih untuk peduli dan berempati agar orang yang kita sebel bisa berubah, setidaknya, menjadi sedikit lebih menyenangkan. Karena kita nggak tahu kan apa aja yang sebenarnya dia alami di hidupnya?

Terus biasanya dijawab lagi, but we want friends that can grow together, not the one that makes us miserable. Well, true that, tapi kan karena kita ingin tumbuh bersama mereka itulah yang bikin kita punya semacam "kewajiban" untuk bantu mereka jadi lebih baik. Intinya ini akan jadi pertanyaan-jawaban yang nggak ada ujungnya karena aku bakal nanya balik terus, dan teman-temanku sih pasti capek dan bilang, terserah lo aja. 

Aku sadar, semakin besar aku punya teman yang semakin banyak, ya sekolah aku aja ada banyak, TK, SD, SMP, homeschooling, pesantren, SMA, kuliah, belum lagi dapat teman kenalan dari teman, teman les, lalu teman kantor, teman freelance, teman dari temannya Ayah dan Ibu, dan banyak deh pokoknya. Percaya, kan? Harus. Nah, temanku memang banyak, tapi aku sadar kalau semakin besar ternyata circle pertemananku juga semakin sempit, semakin sedikit. Kenalan di sana sini, tapi mainnya sama itu-itu aja. Ceritanya sama itu-itu aja. Yang bisa dipercaya bisa dihitung pake jari. 

Mungkin, itu kali ya maksud orang-orang yang aku tanya? Memperkecil circle. Itu udah kayak naluri, terjadi begitu aja. Kamu gitu juga nggak sih? Itu pertanyaan dijawab di hati aja terus kirim ke aku lewat telepati ya, nggak perlu sewa merpati segala.

Ok, selamat melanjutkan hidup yang kanan-kiri kebanyakan gedung, di bawah aspal, dan beruntung di atas masih bisa lihat yang biru-putih.

No comments:

Post a Comment