Wednesday, August 8, 2018

Idola Baru: Keluarganya Rafa

Hola!

Aku mau cerita tentang idola baruku! Mereka adalah...
Keluarganya Rafa!

Jadi, mereka adalah tetangga baru di depan rumahku yang pindah kurang lebih sebulan lalu. Rafa, si sulung, adalah seorang anak laki-laki dan ia memiliki satu adik laki-laki, kalau tidak salah namanya Raya. Orang tuanya biasa disapa Bunda Rafa dan Ayah Rafa, as simple as karena aku nggak tahu nama aslinya (HAHA) dan aku hanya mengikuti bagaimana Rafa dan adiknya memanggil orang tuanya. Sekarang Bunda Rafa pun sedang hamil enam bulan dan aku sangat berharap anak yang ada di dalam kandungannya adalah perempuan! (WKWK #siapague)

Kenapa keluarga kecil ini menjadi idolaku? Biar aku ceritakan...

Ibu dari Bunda Rafa sudah bolak-balik ke rumah yang mereka tempati sekarang ini sejak tahun lalu. Beberapa kali mengobrol dengan ibuku, beliau bercerita kalau rumah itu sengaja dibeli untuk anak perempuannya, Bunda Rafa, yang ternyata juga anak satu-satunya. Namun, anaknya ini belum yakin dan siap untuk pindah ke rumah itu karena ketakutan-ketakutan berlebih selalu menghantuinya sehingga masih ingin tinggal di rumah ibunya. Padahal, suaminya yaitu Ayah Rafa sudah sangat ingin belajar mandiri dan menikmati kehangatan keluarga kecilnya di rumah sendiri.

Sampai akhirnya, rumah itu ditempati juga oleh keluarganya Rafa! Kami, aku dan Ibu, sangat senang karena di depan rumah kami bisa berpenghuni dan ada kehidupan nyata. Jadi, nggak sepi-sepi amat, kan! Aku dan Ibu selalu menjadi pengamat yang ulung sehingga begitu pula pada tetangga baru kami. Bukan nyinyir lho ya, kami hanya senang mengamati dan merefleksikan apa yang kami lihat di orang lain pada diri kami sendiri. Sering kali, kita ditegur secara halus oleh Yang Mahabenar melalui apa yang terjadi di sekitar kita, bukan?

Setiap pagi, selalu terdengar Raya merengek, terutama menjelang kepergian kakaknya ke sekolah dan ayahnya ke kantor. Namun, sama sekali tidak menjengkelkan, malah hangat dan menggemaskan! Cara si kecil mengucapkan kata "Ayah", berikut nada-nada bicaranya, bikin hatiku meleleh. Ayahnya pun begitu! Sambil melemparkan kiss bye ke anaknya, beliau pergi sambil memakan lontong atau risol yang dibeli dari Pakde, penjual jajan pasar yang berkeliling perumahan setiap pagi, dengan motornya yang tidak baru.

Kalau aku sedang di luar rumah, biasanya suka ada suara-suara kecil dari balik jendela rumahnya dan berkata, "Halo... halo...". Saya tahu itu Raya karena matanya yang mengintip tidak bisa disembunyikan, kalau sudah ketahuan begitu, biasanya dia akan lari-lari kecil ke entah bagian rumahnya yang mana sambil tertawa. Kedua anak dari keluarga kecil di depan rumahku ini selalu main sepeda setiap sore, rajin menyuci motor bersama ayahnya kalau akhir pekan, dan selalu membawa oleh-oleh kecil seperti makanan setelah menjemput Rafa pulang sekolah bersama ibunya.

Ada satu hal yang bikin aku salut dengan keluarganya Rafa. Saat pertama kali mendengar cerita tentang mereka dari Ibu, aku langsung berasumsi, "Oh... pasti kebutuhan rumah tangganya bakal dipenuhi/ disediakan sama orang tuanya.", pikirku. Aku tahu, pikiran yang begitu tidak adil! Semoga Tuhan memaafkanku untuk itu, tapi maksudku tidak menyudutkan lho karena aku yakin, naluri orang tua di seluruh dunia pasti begitu bila memang mampu. Orang tua, apapun akan dilakukan untuk anaknya, bukan?

Kebiasaan yang aku lihat di perumahanku, keluarga baru seperti keluarganya Rafa ini, memang sering kali masih dibantu keperluan rumah tangganya oleh orang tua salah satu pihak maupun keduanya. Mulai dari rumah, perabot baru penghias rumah, sampai kendaraan seperti mobil atau motor sebagai hadiah perjalanan baru mengarungi bahtera rumah tangga. Namun, berbeda dengan apa yang aku lihat pada tetangga baruku. Perabot di rumahnya masih sedikit, tidak ada mobil, renovasi yang dilakukan pun tidak mengubah banyak bentuk rumah aslinya.

Dari kaca mata tetangga depan rumahnya, terlihat kalau keduanya berbagi peran yang adil. Bukan hanya perempuan yang membersihkan rumah, Ayah Rafa juga bisa menyapu teras dan membersihkan kulkas. Bukan hanya laki-laki yang mengerjakan hal-hal teknis, Bunda Rafa juga bisa memasang bendera semarak kemerdekaan menjelang 17 Agustus nanti, meskipun sedang hamil enam bulan. Tidak ada asisten rumah tangga, semuanya dikerjakan sendiri dengan koordinasi yang baik.

Bunda Rafa selalu masak setiap hari, meskipun menjadi pelanggan Ibu juga di waktu-waktu tertentu saat menu masakannya cocok. Setiap Ayah Rafa berangkat kerja, semuanya ke depan dan mengucapkan "Dadaaah" dengan wajah sumringah berharap waktu pulang cepat datang agar sesederhana, "Nanti makan malam kan sama Ayah ya, Bunda?". Lalu sang ibu menjawab, "Iya..." sambil bernyanyi dan dalam beberapa waktu terdengar Raya diajarkan membaca kitab.

Keluarganya Rafa adalah keluarga biasa yang tidak seperti biasanya. Kesederhanaan dari masing-masing anggota membuatku kagum. Wujud cinta dan kasih dari satu sama lain terpancar jelas sampai ke rumahku, atau mungkin ke rumah orang-orang lain, membuat sepanjang jalan depan rumah menjadi lebih hangat dan hidup. Pernah suatu kali terdengar, "Aku mau ke rumah nenek aja, Ayah. Aku maunya tinggal di sana." dan jawabannya adalah, "Kita kan bisa ke rumah nenek kapan saja, bisa nginep juga, tapi masa mau tinggal nggak sama Ayah, Bunda, dan kakak?". Sepolos Raya manggut-manggut sambil bilang, "Oh, iya! Aku maunya tinggal di sini." Sesenang itu aku mendengarnya.

Mungkin waktu lalu, sepasang suami-istri belum siap karena termakan pikiran sendiri, tapi saat sudah dijalankan, tidak ada yang lebih indah daripada "membuat" rumahmu sendiri. Tetangga baruku berhasil memenangkan musuh terbesarnya dan siap untuk anggota barunya, yang semoga perempuan, menghadapi tangisan dan tawa yang biasa saja, tapi sering kali bernilai lebih karena dilewati bersama-sama, bukan sendirian. Saat kita mempunyai teman berbagi hidup, bukankah menyejukkan?

Keluarganya Rafa, semoga selalu sehat dan hangat!

No comments:

Post a Comment