Dalam hati, “ASDFGHJKL!!!!”, yang terlontar, “Ya kali, Pak!” dan dibalas lagi, “Gapapa dong, kan enak kalau lama-lama.” Oh, rasanya saya ingin berkata kasar. Belum lagi ia memundurkan posisi duduknya sehingga lebih mepet dengan badan saya. Untung cepat sadar, saya langsung kasih batas dengan tas dan mendorong sedikit.
Dalam perjalanan yang sangat sebentar itu (terima kasih Tuhan, kantor saya dekat), ia bercerita tentang pekerjaannya yang termakan janji palsu poin-poin dari perusahaan, serta penumpang yang sering memberikan komentar setelah perjalanan selesai. Untuk masalah komentar, no wonder, saya rasanya juga ingin begitu, tapi saya tahan saja atas nama empati, saya masih manusia.
Ketahuilah bahwa kaki saya masih belum bisa berjalan normal sehingga saat saya turun dari motor, saya berjalan dengan pincang, terlebih hari itu saya memilih meninggalkan tongkat di rumah. Keluarlah kata-kata yang sepertinya menggambarkan sang driver dengan lebih baik lagi, “Oalah, pincang!” Nada bicaranya, sungguh, bikin saya jengkel ingin jitak, tapi yang kencang gitu.
Mengapa ya, ada saja orang-orang seperti ini? Mungkin ada yang bilang biasa saja atau, “Ah, itu kan bercanda!” Menurut saya, bercanda yang seperti itu sudah ketinggalan zaman.
No comments:
Post a Comment