Hari itu, 27 Februari, saya datang agak pagi, duduk di meja seorang teman yang sedang cuti, dan membaca sebuah buku yang sudah lama dibeli, tetapi belum sempat dibaca. Jihadis Jengkol dan Catatan Lainnya, judulnya, ditulis oleh Arlian Buana.
Sambil bekerja, sesekali saya buka lagi bukunya, minum, dan melakukan hal-hal yang seperti biasanya. Sampai akhirnya seorang kolega datang, melihat saya membaca dan menyeletuk, “Baca beneran atau buat gaya doang, nih? Halah !”
Wow, kaget . Selain kaget beneran karena kehadirannya, kaget juga karena apakah dia sungguh-sungguh bertanya kayak gitu? Akhirnya saya balas, “Haaah?” dengan wajah super cengo.
“Kayaknya sekarang udah nggak ada deh orang yang baca buku, paling buat difoto bareng kopi, lifestyle.” Kali ini kubalas senyum dan, “Tapi itu bukan aku.” Walau saya juga suka foto buku yang dibaca untuk direkomendasikan ke orang lain.
Kemungkinan besar dia memang baru melihat saya membaca buku pada hari itu karena saya duduk di sebelah mejanya. Padahal, ya dari awal masuk, teman setia saya hanya buku. Maklum, membuat percakapan dan memulai pertemenan baru bukan keahlian saya.
Saya heran saja, ternyata masih ada orang yang berpikirian seperti itu. Sungguh, kalau saya ingin bergaya, saya ke kantor pakai kaca mata hitam, bukan membaca buku.
Tidak lama setelah percakapan itu, ia kembali menghampiri, “Kamu suka nggak sih kalau beli baju yang kayak gini?”, seraya memperlihatkan akun toko daring di Instagram, tipikal baju impor Thailand atau Hongkong gitu.
“Oh, enggak, kalaupun suka, pasti nggak ada yang cukup, pasti all size, sedangkan ukuran bajuku L.” Dan jawabannya pasti sudah bisa kalian semua tebak, “Hah? Ukuran baju kamu L? Kurus banget!!!”, diikuti suara tawa yang terngiang-ngiang.
No comments:
Post a Comment