Friday, May 20, 2016

Di Kala Jumat #3: Yudisthira Swarabahana

Halo.

Di Kala Jumat kali ini bermuara pada seorang laki-laki yang baru saja saya kenal sekitar seminggu yang lalu. Sejak awal berjabat tangan, auranya sudah muncrat ke mana-mana. Saat ia berbicara, saya semakin yakin bahwa sosok ini cocok untuk Di Kala Jumat. Tidak seperti biasanya, percakapan yang kami rajut mengalir begitu smooth. Padahal saya acap kali merasa awkward saat harus bercakap dengan laki-laki. Sempat terbesit ragu saat mau mewawancarainya, tetapi akhirnya saya memberanikan diri. He seems so complicated, but after all the conversations goes well, he is not, he's interesting


Yudisthira Swarabahana. Akrab dipanggil Yudis, mahasiswa angkatan 2015 di kampus yang sama dengan saya ini begitu menginspirasi. Mempunyai passion dalam menulis, terutama puisi, membuat Yudis tergerak untuk mendirikan komunitas sastra di kampus kami yaitu Pojok Sastra, yang dibangun bersama teman-temannya. Perjalanan hidupnya, bagaimana ia memiliki perspektif yang memukau akan setiap hal, berhasil menggugah saya saat itu. He stands out in his own wayBanyak hal yang off the record for some reason, tetapi di sini, Yudis menampilkan jiwanya yang paling jujur.

Ambilkan dirimu secangkir kopi Solok dan selamat menikmati.

Bagaimana kamu melihat dirimu sendiri? Siapa itu Yudis?

Yudis itu seorang anak yang sedang mencoba membahagiakan kedua orang tuanya, sebagai tujuan utama di dunia, dan menjadi manusia yang seharusnya dalam versi saya dan versi Tuhan.

Saya moody, kadang bergairah, kadang tidak. Kadang rajin, kadang tidak. Saya fluktuatif sih.

Apa hal yang kamu sukai dari dirimu sendiri?

Saya suka saya yang punya keingintahuan lebih, kepo.

Sejak kapan kamu suka menulis?

Awalnya, dari kecil saya sama sekali gak suka baca, gak suka nulis. Bener-bener hobinya main musik, dengerin musik.

Tiba-tiba, waktu awal kuliah (Saat kuliah di UPH, sebelum berlabuh di UMN), saya denger musik dari Pandai Besi yang judul lagunya Jangan Bakar Buku. Saya dengerin dan kayaknya lagu itu dalem banget. Mulai dari situ saya mulai baca, pertama saya baca kumpulan puisi Chairil Anwar yang AKU. Bacanya pun malem, kayak dramatis, sunyi. Sebuah kata tuh jadi agung, per setiap kata.

Mulai dari situ saya baca, baca, dan terus baca. Sampai akhirnya mempelajari agama, di agama saya, Islam, surat pertama dalam kitabnya kan kata pertamanya Iqra' yang artinya bacalah.

Sejak itu pula mulai menulis.

Kenapa kamu menulis?

Ekspresi. Karena saya manusia dan saya suka bernarasi, bercerita. Medium terbaik untuk saya berekspresi ya menulis. Saya lebih nyaman lewat tulisan.

Apa bentuk tulisan yang paling disukai?


Puisi. Maknanya bersayap, pembaca dibebaskan sama si penulis. Kayak, nih gue jabarin sebuah bait, terserah lo mau memaknainya apa. Beda kayak lagu yang denotatif, straight to the point. Ya, mungkin ada juga yang konotatif, tapi kalau puisi tuh lebih dalem lah.

Di antara puisi-puisi yang telah kamu buat, mana yang menjadi favoritmu?


Ceritanya tentang seorang manusia saat suasana langit dengan matahari mau terbenam, ia takut dengan malam. Ia cemas. Sampai akhirnya malam, dia teriak-teriak. Gak mau pulang, gak mau tidur, saking takutnya dengan malam. Setiap malam dia bertarung. Dan yang dia tunggu-tunggu, waktu terbaiknya, ya saat matahari terbit.

Menurut dia, malam itu palsu. Bulan pun meminjam cahaya dari matahari, lampu cahanya dari listrik. Sebetulnya, manusia ini sosok yang kesepian. Dia butuh sesuatu yang terang, yang murni, bukan pinjeman. Ya matahari.

Ini metaforanya matahari sih. Dia butuh… enlightenment.

Apakah puisi-puisi kamu mencerminkan dirimu sendiri?

Pasti karena merupakan ekspresi diri sendiri. Makanya saya gak pernah bikin puisi cinta karena belum menemukan cinta. Jadi ya pasti diri sendiri.

Bagaimana kamu biasanya mendapatkan inspirasi untuk menulis?

Pasti harus lagi sendiri. Menulis pasti saat sendiri karena itu seru, sunyi. Biasanya di kamar, ketika malam. Musik paling indah tuh memang malam, jam 3 atau jam 4, kayak udah sunyi.

Siapa tokoh yang paling kamu kagumi?

Ibu. Klise, tapi pasti Ibu.

Cita-cita saya yang belum kesampaian, ketika saya pergi keluar rumah, saya pengen gak salim sama Ibu, tapi pengen nyium jidatnya. Tapi ini belum kesampaian loh, berat, gengsi sih.

Kenapa Ibu? Ibu tuh senyumnya mood booster. Pas aktivitas atau kegiatan, saya semangat kalau dia senyum. Kalau keluar rumah gak pamit dan gak disenyumin, jadi gak seru keluar rumahnya.

Bagaimana caramu menilai orang? Apa yang kamu lihat pertama kali saat mengenal seseorang?

Yang paling pertama, saya suka orang yang ikhlas dan passionate. Ketika dia menjadi tukang sate pun, dia passionate dengan pekerjaannya, dengan apa yang dia lakukan, itu saya suka.

Saya juga suka orang yang pendiam. Kalo lagi ngumpul dan ada orang yang pendiam, jadi penasaran aja. Seru aja buat diperhatiin.

Saya gak suka orang yang banyak omong. Saya suka orang yang berkarya, prinsipil.

Bagaimana cara kamu untuk selalu begairah dalam berkarya?

Untuk saat ini, saya mau terekam atas nama mahasiswa. Saya tergerak atas baca Soe Hok Gie, yang Catatan Seorang Demonstran. Dia seorang anak muda versi terbaik yang pernah saya liat.

Ya, itu karena saya ingin terekam atas nama mahasiswa. Nanti kalau saya udah punya anak, nih papa pernah jadi mahasiswa. Dan yang keluar karya, bukan dari omongan, atau segala macam.

Bagaimana kamu selalu termotivasi dalam hidup?

Saat pulang. Cerita kegiatan, walaupun jarang dan gak setiap hari, sama Ibu, trus Ibu merespon, saya merasa termotivasi, semangat untuk hidup.

Ibu tuh kayak baterai, kayak charger deh.

Apa nilai atau petuah yang paling kamu resapi dalam hidup?

Katanya Walt Whitman, penyair Amerika, pribadi terbaik adalah pribadi yang tumbuh di udara terbuka. Maksudnya, di udara terbuka tuh bisa survive dengan dunia, lepas dari konsumsi seperti mall, dan lainnya. Udara terbuka maksudnya bisa survive di gunung, di hutan. Pokoknya bisa involved sama dunia, sama semesta.

Saya mau jadi pribadi terbaik versi itu sih.

Apa buku yang sedang kamu baca akhir-akhir ini?

Saat ini lagi concern sama Indonesia kenapa gak maju-maju, karena itu saya baca buku ilmu ekonomi dari negara dunia ketiga. Tiga buku terakhir yang saya baca, kebanyakan ngomongin ilmu ekonomi dari negara-negara berkembang. 



Ada bukunya ahli ekonomi dari Pakistan, judulnya Tirai Kemiskinan, yang juga ngomongin ekonomi negara dunia ketiga. Saya juga kemarin sempat baca buku judulnya Kecil itu Indah oleh E. F. Schumacher, dari Jerman. 


Biasanya saya baca buku apa aja sih, kecuali TeenLit. Saya suka baca filsafat. Saya juga suka baca kitab, apa pun, gak harus Al-Quran.

_______________________________________________________________

Di Kala Jumat adalah serial tulisan hasil wawancara dengan orang-orang di sekitarku, mendalami bagaimana mereka memahami dan menjalani hidup sebagaimana adanya. Tulisan ini akan dikemas secara ringan dan mudah untuk dipahami. Diharapkan tulisan Di Kala Jumat dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membacanya. Di Kala Jumat hadir setiap hari Jumat di wordofawallflower.blogspot.co.id.

No comments:

Post a Comment