Halo.
Di Kala Jumat edisi kedua mengantarkan saya pada sosok laki-laki yang menurut saya cukup idealis. Entah mengapa, tetapi laki-laki ini memang mempunyai karisma tersendiri. Beliau cakap dalam berbicara dan tidak asal cuap. Saya mewawancarai salah satu dosen di kampus saya, Universitas Multimedia Nusantara (UMN), tepatnya dosen Ilmu Komunikasi. Saya mengenalnya sejak tahun pertama menginjakkan kaki di kampus tersebut sebagai dosen pembimbing (dalam artian seperti "wali kelas"). Pada tahun kedua saya kuliah, saya mendapat kesempatan untuk mencicipi diajar oleh beliau. Wawasannya yang luas dan gayanya yang easy going membuat saya betah kebanjiran ilmu di kelasnya.
Albertus Prestianta. Seorang dosen UMN yang lahir dari kampus yang sama pula (beliau angkatan pertama di kampus saya) menjadi pilihan saya untuk menampilkan sisi inspiratif pemuda ini. Mungkin saya memang tidak terlalu mengenal Mas Abeng, begitu sapaannya, tetapi saya kagum dengan perspektif beliau terhadap sesuatu. He is a well-organized person. I can say that he is also a perfectionist. Di sini, saya ingin mengulik lebih dalam lagi mengenai laki-laki yang memiliki hobi gowes (baca: bersepeda) ini. From his biggest ambition, until how he defines himself.
Silakan menikmati semangkuk inspirasi dari seorang Albertus Prestianta.
Apa ambisi terbesar Anda dalam hidup?
Ambisi saya yang paling besar, dalam segi intelektualitas, adalah untuk memiliki gelar S3. Tentu semua orang berambisi untuk sampai S3, dan ambisi tersebut yang saya gantungkan tinggi-tinggi. Saya gak akan menyerah sampai S3, harus ada jalannya. Seseorang yang memiliki intelektualitas tentu bisa dipandang dan bisa memberikan inspirasi ke banyak orang. Saya ingin dengan strata tertinggi, bisa membagikan maksud dan tujuan saya sendiri. Belajar pun, gak pernah kenal waktu, kan? Itulah yang ingin saya gapai .
Tidak melulu soal belajar. Kemampuan kita untuk beradaptasi, itu tidak ada pedomannya. Kemampuan intelektualitas harus diimbangi dengan afektifnya. Bagaimana bisa membaur, berorganisasi, dan menjadi pemimpin. Tentu dengan intelektualitas, akan memberi kontribusi positif terhadap hal lain.
Apa hal atau nilai berharga yang dapat Anda ambil dari pengalaman studi di luar negeri (Taiwan) saat S2?
Hal yang paling berharga adalah saat saya bisa berada di komunitas internasional, saya menjadi sangat termotivasi. Di Taiwan saya tidak hanya bertemu orang Chinese yang fasih berbahasa Mandarin, tetapi banyak pula foreigner yang datang untuk belajar bahasanya, budayanya. Di situ semua budaya collapse, semua budaya berkumpul jadi satu . Itu lah yang tidak ternilai untuk saya, selain edukasi, koneksi juga saya dapatkan.
Mengapa Anda memilih untuk menjadi dosen? Is it from your heart?
Untuk itu menjadi dosen tidak mudah. Menjadi dosen adalah salah satu tujuan saya untuk memperbaiki Indonesia melalui pendidikan. Pendidikan adalah jalan satu-satunya untuk berinteraksi dengan berbagai negara. Di UMN ini merupakan rumah yang melahirkan saya. Sebagai generasi pertama, saya ingin adik-adik saya memiliki nilai yang lebih baik dari saya dan orang lain. Tugas saya adalah membangun nuansa tersebut di sini, dengan aktivitas dan kegiatan yang bisa saya galang.
Bagaimana Anda mendeskripsikan diri Anda sendiri?
Saya yang supel, senang bergaul, senang membangun koneksi. Saya senang mengimplementasikan apa yang saya tahu kepada kehidupan nyata sehingga bergaul dengan orang banyak, saya mendapat informasi yang baru juga dan tampa sengaja saya pun mendapat koneksi. Hal itu semua menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan.
Apa hal yang Anda suka lakukan untuk membuat orang-orang di sekitar Anda senang?
Kita mendengar bukan untuk mengalah. Namun, amat disayangkan bahwa masih banyak orang yang mau berbicara bukan untuk mendapatkan rasa, tetapi keinginan untuk mendominasi.
Bagaimana Anda melihat diri Anda di beberapa tahun ke depan?
Saya punya dua rencana besar.
Rencana yang pertama adalah tentu saya ingin sekolah lagi, kalau bisa di luar negeri. Dan kalau memang mungkin, saya ingin besar dan tumbuh di luar negeri. Namun , jangan salah . Saya tumbuh di luar negeri adalah untuk belajar sebanyak-banyaknya sehingga bisa diaba kembali ke rumah saya, ke negara saya. Dengan itu saya bisa memberikan kontribusi yang positif untuk Indonesia.
Sejauh ini target saya masih negara Inggris. Kenapa Inggris? Saya suka dengan Inggris karena tertata, orang-orangnya ada rencana. Berbeda dengan orang-orang di Amerika Serikat. Mereka lebih bebas, lebih cair, tetapi bukan berarti saya kaku. Saya lebih suka beradaptasi dengan tempat yang sesuai dengan saya.
Rencana yang kedua adalah saya ingin mempunyai sekolah sendiri. Ini adalah motivasi atau cita-cita saya. Saya ingin mempunyai tempat kecil yang mengakomodasi teman-teman untuk datang dan bertukar pikiran, belajar, siapa pun. Saya ingin mempunyai rumah, bukan sekolah, tetapi rumah untuk berpendidikan dan melatih intuisi, cita rasa, dan sebagai macamnya. Saya ingin punya tempat untuk saya mengaktualisasi diri saya dengan orang-orang yang sejalan, yang suka dengan bidang itu.
Adakah petuah atau nilai yang disampaikan oleh orang tua Anda dan sampai sekarang masih selalu diingat serta tertanam dalam diri Anda?
Mungkin ini tidak ada kaitannya dengan apa yang dibicarakan sejak awal.
Petuah yang selalu saya ingat dari kedua orang tua saya adalah hargai dan berikan kesempatan nomor satu buat perempuan. Bila kamu hendak melakukan sesuatu, pikirkanlah itu untuk orang tuamu yang perempuan dan tentu juga laki-laki. Namun, maksud saya ketika kamu punya sesuatu, berbagilah pada perempuan.
Kalau di agama saya (Katolik) ada pemahaman tentang rusuk. Bahwa perempuan ini lahir dari rusuknya laki-laki. Persembahkanlah yang terbaik dan yang utama untuk perempuan , untuk pasanganmu . Hargailah perempuan karena perempuan adalah bagian dari laki-laki. Jangan didominasi, ajaklah mereka untuk saling berkontribusi, untuk berdiskusi.
Pernyataan yang datang dari bapak saya, bisalah kamu menempatkan posisi saat bersama siapa pun, dalam konteks ini perempuan. Kamu tahu kapan kamu harus berada di depan perempuan, kapan kamu harus berada di samping perempuan, kapan kamu harus berada di belakang perempuan. Ajaklah mereka untuk turut mengambil peran dalam sebuah kehidupan.
Ini lah petuah yang selalu saya ingat dan gak pernah saya lupakan. Hargailah perempuan .
_______________________________________________________________
Di Kala Jumat adalah serial tulisan hasil wawancara dengan orang-orang di sekitarku, mendalami bagaimana mereka memahami dan menjalani hidup sebagaimana adanya. Tulisan ini akan dikemas secara ringan dan mudah untuk dipahami. Diharapkan tulisan Di Kala Jumat dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membacanya. Di Kala Jumat hadir setiap hari Jumat di wordofawallflower.blogspot.co.id.
No comments:
Post a Comment