Saat aku datang ke pameran Pram satu tahun lalu, sempat diceritakan bahwa beliau membenci bunga semasa hidupnya. Namun, menjelang ajal, Pram tiba-tiba saja menyukai bunga. Entah mengapa, tetapi selain membunuh waktu dengan membakar sampah setiap sore di halaman rumahnya, Pram memilih untuk mengagumi bunga.
Aku selalu menyukai bunga. Bentuk asli, motif bahan, rasa teh, dan segala hal yang berhubungan dengan bunga, aku suka. Apakah karena ada kata Sekar yang disematkan dalam namaku? Aku tak begitu yakin walau nama merupakan doa. Menurutku, bunga bukan hanya tentang keindahan, tetapi lebih dari itu, bunga berfilosofi, tentang kehidupan, tentang menjadi manusia.
Manusia itu seperti bunga;
tumbuh, mekar, diterbangkan angin, menemukan tempat baru,
istirahat, lalu tumbuh lagi.
Begitu seterusnya.
Kita, manusia, tidak pernah berada di situasi yang sama. Sampai akhirnya ada tempat baru yang menampung kegelisahan kita. Pengingat yang Ia datangkan, sengaja untuk kita, tentang tujuan, harapan, dan welas asih. Bahwa pelan-pelan itu tidak apa-apa. Kita tidak sedang diburu-buru, selalu masih ada waktu, meski rasanya kesempatan kedua mustahil, percayalah itu hanya ilusi. Proses memang sering terasa membosankan atau bahkan membuat kita ingin menyerah saja. Kadang kuncinya sederhana; menikmati setiap langkah yang kita pilih, baik mudah maupun susah, dan berserah.
Tak ada hal yang lebih damai daripada percaya pada diri sendiri.
Tidakkah kamu sadari bahwa kamu sedang berbunga saat ini? Atau bahkan
No comments:
Post a Comment