Apa yang membuatmu bertahan sampai hari ini?
Kalau aku sih, dipikir-pikir, hebat juga masih ada di sini sekarang, bernapas di atas kasur yang, walau sudah reyot, nyaman. Kadang suka luput dalam daftar hal-hal yang membuatku bahagia, sejuknya AC, sepatu jelly, daster bolong-bolong nan adem, itulah yang bikin aku bisa melewati mimpi buruk di tahun 2020. Mungkin kalau mereka gak ada, ya, aku bakal misuh-misuh terus.
Mulai dari pandemi (Oh, fuck you Coronavirus!), Ayah yang sudah pulang, sampai setahun perjalanan ditemani dr. Leo yang ternyata baru permulaan. Tahun 2020 gak main-main, selalu ada-ada saja. Namun, benar bahwa semua hal itu netral, tinggal bagaimana kita menjalani dan mengamati secara berkesadaran. Apa-apa yang terjadi merupakan spektrum, entah condong ke mana, kita (sebenarnya) peka.
Duh, dan sebulan terakhir, otakku sering kali membohongi diriku sendiri, bahkan berhalusinasi. Susah banget buat bangun dari tidur dan mandi pagi, merasa gak perform saat kerja, emotional eating, dan kayak gak punya siapa-siapa. Ya, memang sih ini perjuanganku sendiri, tapi coba deh baca argumen ini, aku sih setuju, kesehatan mental = kesehatan fisik, melekat dan terkait, satu kesatuan, tak terpisahkan.
Hampir memasuki bulan kelima di tahun 2021, kadang aku merasa gini-gini saja, tapi kadang merasa aku banyak berubah. Aku juga sedang merasa gak butuh-butuh amat untuk punya social media pribadi, kalau memang lagi pengen sharing makanan yang aku suka, ngomongin tentang hal-hal yang bikin aku senang, atau ranting soal hidup, ya gapapa untuk aktif lagi, tapi gak setiap saat. Walaupun pekerjaanku masih di bidang social media sejak tahun 2017, tidak aktif di social media pribadi gak membuatku ketinggalan zaman dalam hal pekerjaan. Jadi, nothing to lose, lah.
Dah, gitu saja sih.
Salam perut salmon ginuk-ginuk di semangkuk Torched-nya Honu.
No comments:
Post a Comment